Anak-anak itu fitrahnya hebat: senang ibadah, mandiri, penyayang, pembelajar, berfisik sehat, dan sebagainya. Tapi terkadang fitrah hebat itu justru terkubur karena pola pengasuhan pada tumbuh kembangnya.
Salah satu pembelajaran favorit saya dari Bapak HARI SANTOSA dan komunitas hebat tentang "Fitrah Based Education" adalah fakta bahwa anak-anak sejak lahir sudah Allah ajarkan lanhkah demi langkah agar mereka mampu dewasa dan mandiri di usia balighnya (10-15tahun).
Di era sekarang, banyak sekali anak-anak baligh di usia dini, namun akil masih jauh tertinggal. Padahal, ketika mereka baligh, secara otomatis berbagai berkewajiban dan kesalahan menjadi konsekuensi tanggungjawab mereka pribadi.
*) Fitrahnya, anak-anak mudah bangun dan beraktifitas di pagi hari. Seiring dengan pertumbuhan bayi, akan ada masa di mana mereka senang bangun sebelum subuh. Tapi kebanyakan dari orang tua menidurkan mereka kembali agar bisa beraktivitas. Padahal, bangun sebelum subuh itu sehat, dan ini adalah fitrah agar mereka sampai dengan dewasa senang dan terbiasa bangun sebelum subuh.
Jadi, jangan mengeluhkan anak-anak yang susah dibangunkan pagi-pagi, kalau ketika mereka kecil, mereka bangun pagi disuruh tidur lagi.
*) Fitrahnya, anak-anak itu senang mandiri. Masih ingat tidak ketika antara usia 5-8bulan anak sering tidak mau disuapin tapi maunya pegang sendiri??? Segala benda yang mereka lihat inginnya dimasukkan ke mulut???
Pengalaman ketika diNursury Melbourne, hal tersebut adalah signal Fitrah Lige Skill sangat mendasar pada anak. Mereka mau makan sendiri.
Maka sebetulnya, kalau para orang tua bisa dan mau anak-anak bisa difasilitasi. Berikan makana yang bisa dipegang, dikunyah pelan-pelan, atau dihisap. Metode seperti ini lebih terkenal dengan sebutan "Baby Led Weaning (BLW". InsyaAllah metode ini membantu menyalurkan fitrah mandiri mereka sejak dini, melatih motorik halus, memberikan hak perut (kapan kenyang) kepada mereka sendiri, menyalurkan fitrah gigit-gigit mereka, dan insyaallah tidak ada sesi kejar-kejaran sambil suap-suapan, insyaallah tidak ada sesi pindah dari bubur ke nasi. Tantangannya apa? Di awal-awal mungkin akan berantakan. Sabar, insyaallah beberapa bulan lagi dia bisa makan pakai sendok dengan tingkat tumpah yang semakin sedikit.
Intinya, jangan mengeluhkan anak yang malas makan sendiri, kalau ternyata justru orang tuanyalah yang mengajarkan nikmatnya makan disuapi.
*) Fitrahnya, anak-anak itu penurut kepada orang yang mereka percayai. Di usia 6 bulan ke atas, anak mulai memiliki orang yang dipercayanya, yang dalam pandangan mereka sosok yang luar biasa hebat, helpfull, amazing, dan mampu membuat mereka bahagia.
Anak-anak pun semakin lengket dengan orang tua, dan terkadang tidak mau sama orang baru. Terkadang-kadang orang tua merasa risih, merasa "terkekang" karena berkurang drastis "me time nya" dan terganggu aktivitasnya karena selalu "diintervensi" oleh anak yang ingin ikut-ikutan.
Padahal, hal tersebut adalah wujud percaya anak kepada orang tuanya. Melalui cara itulah, orang tua dan anakdi usia dini saling membangun rasa cinta, percaya, merasa aman, percaya diri, dan terpenuhi kebutuhan jiwanya.
Sayangnya, justru orang tua yang terkadang lari dari "singgasana istimewa itu".
Jadi, jangan mengeluhkan anak yang tidak mau nurut ketika besar, kalau kebutuhan jiwa di masa kecilnya pun tidak terpenuhi dengan baik.
*) Fitrahnya pula, anak seharusnya menjadi pembelajar yang terbaik, dan belajar yang baik-baik. Di usia dini, bukan cuma lengket, tapi apapun yang orang tua lakukan, anak-anak ingin tiru dan pelajari.
Merekalah sang peniru ulung. Mereka belajar cara bicara, sesuai dengan kita, hingga pada nada titik koma juga nada suara. Mereka melihat kita makan, minum, menggosok gigi. Mereka ikut kita sejak bangun pagi, shalat, mandi, dan sebagainya. Mereka merekam dan meniru. Tugas kitalah menjaga perilaku lebih baik dari ketika ada CCTV.
Sayangnya, justru terkadang orang tualah yang mengajarkan hal negatif. Orang tualah yang diam-diam pergi meninggalkan anak tanpa izin karena khawatir anak menangis, orang tualah yang kadang mengajarkan "yukk lihat cicak" padahal tidak ada cicaknya, orang tualah yang mengajarkan makanan "Junk Food" pertama kali, orang tua juga yang mengajarkan kalimat kasar, kalimat bernada tinggi, cara marah, dan sebagainya.
Maka jangan heran, kalau ada orang tua sering memarahi anak, dan ketika besar anaknya menjadi pemarah yang lebih ulung dan kreatif. Dari orang tuanyalah mereka pertama kali belajar.
Sebaliknya, jangan heran, kalau ada anak yang tanpa disuruh senang Shalat, senang pergi ke masjid, berbicara bisa lemah lembut, karena ternyata itulah dunia yang ia teladani sejak kecil.
Adalagi nich
*) Fitrahnya, anak-anak memiliki fisik yang sehat dan suka olahraga. Anak kecil sesegera bisa berlari, maka ia mampu berlari-lari, jungkir balik seakan tidak ada lelahnya. Tapi, terkadang justru orangtuanga yang melarang dan membatasi, membuat label "anak tidak bisa diatur", "anak shaleh duduk diam".
Apalagi begitu masuk sekolah yang mengharuskan anak-anak diam di kursi selama berjam-jam, pelajaran olahraga hanya 1 minggu sekali, belum lagi kalau sekolahnya full day. Kapan anak-anak bisa menyalurkan fitrah mereka untuk sehat??? Ketika anak dewasa nanti, jangan menyalahkan mereka kalau mereka OverWeight, atau malas bergerak, atau malas olahraga, atau stamina fisiknya kalah sama anak TK dalam urusan lari kesana kemari.
Karena ketika fitrah bergerak dan sehat mereka merekah, justru orang tua dan lingkungannya lah yang mengubur fitrah itu dalam-dalam. Mereka yang nyaman bergerak, akhirnya belajar "nikmatnya duduk, menonton hiburan, dan dilayani dalam berbagai hal".
BAGAIMANA DENGAN HUKUMAN???
Secara fitrah, anak-anak selalu ingin belajar lebih baik, bukan lebih nakal.
Saya termasuk yang meyakini bahwa secara fitrah anak usia balita belum layak menerima hukuman, mereka hanya mengerti konsekuensi. APA BEDANYA???
Hukuman kadang tak terkait dengan apa yang mereka lakukan. Tapi konsekuensi adalah membuat mereka mengerti efek terhadap suatu perbuatan yang mereka lakukan.
Ketika mereka menumpahkan susu dengan sengaja, konsekuensinya adalah jatah susunya berkurang, bukan disetrap atau disuruh duduk dipojokan selama 5 menit.
Ketika mereka berlari dan tidak berhati-hati, maka konsekuensinya adalah jatuh dan merasa sakit, bukan hukuman dimarahi dan dikatakan anak nakal.
Karena meskipun mereka anak kita, dan masih kecil, dan tidak mempunyai power, percayalah, mereka sudah punya perasaan sejak mereka lahir. Mereka adalah anak hebat yang memiliki fitrah cinta dan kasih sayang.
Jadi jangan dikira ketika orang tua membentak, menghukum, atau mempermalukannya di depan umum, ia tidak merasakannya.
Tugas kitalah untuk menemani proses belajarnya dengan penuh kesabaran, memberinya nasihat di waktu-waktu terbaik ketika mereka mampu menerimanya. Bukankah kita yang dewasa pun banyak melakukan salah dan lebih suka diberi tahu dengan baik-baik, tanpa hukuman, bentakan, apalagi dipermalukan? Padahal, orang dewasa sudah dihisab oleh Allah SWT, dan semua kesalahan anak tak dianggap dosa oleh Allah SWT.
Insyaallah, ketika fitrah kasih sayangnya terpenuhi dengan indah, ketika ia tumbuh dengan imaji positif terhadap orang tuanya, insyaallah ketika dewasa ia akan menjadi orang yang penuh empati, lembut kepada sesama, dan senang hati berbakti dengan orang tua.
Insyaallah ketika fitrah kemandirian dan pembelajarannya terfasilitasi dengan baik ketika kecil, insyaallah fitrah tersebut akan berkembang luar biasa ketika besar, ia akan lebih mudah mengenal siapa dirinya, apa kebiasaannya, dan akan siap menerima ketegangan kerja kerja di dunia nyata.
Allahu'alam....
Tidak ada yang mengenal seorang anak lebih baik dari pada Allah SWT dan orang tua anak itu sendiri. Jadi kalau ada yang merasa berbeda pendapat, gak ada masalah (silahkan tinggalkan pesan dikomentar), insyaallah saya yakin setiap dari kita ingin memberikan yang terbaik untuk anak kita. Tugas sesama orang tua adalah saling mendoakan, berbagi ilmu, dan pengalaman. Semoga generasi setelah kita, dapat memimpin dunia ini lebih baik dari kita.
Salam Hangat dan Terimakasih
(Artikel ini dikutip dari Coretan pribadi dari Saudari @Karina Hakman)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar